--Oleh Sultan Rakib--
Kabid Aplikasi dan Informatika (Aptika) Diskominfo SP Sulsel (2023-2024)
Akhir-akhir ini, transformasi digital menjadi istilah dahsyat dalam berbagai sektor. Baik itu sektor ekonomi, sosial kemasyarakatan, pendidikan, perencanaan, pertanian, pariwisata, dan secara spesifik pemerintahan tentunya.
Digitalisasi menjadi sebuah keniscayaan yang wajib dimiliki dan wajib adaptif bagi seluruh pihak agar tidak terlindas oleh perkembangan zaman yang terus mengalami transformasi secara teknologi.
Efektifitas dan efisiensi menjadi ruh utama bagi transformasi digital. Ya, di sektor pemerintah selain kedua hal tersebut, akuntabilitas menjadi alasan kuat bagi seluruh Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah (IPPD). Ya, bukankah “code never lies?” Karena setiap agenda administrasi birokrasi terekam dalam log system yang telah ada by default di perangkat lunak sistem digital.
Praktik moral hazar oleh para birokrat korup dengan melakukan Pengaturan surat mundur, pengaturan tanggal dan nomor surat yang menyesuaikan administrasi yang ideal dan seolah tidak melanggar hukum positif rawan terjadi. Baik di tingkat kementerian apalagi di tingkat pemerintahan daerah.
Nah, dengan digitalisasi, maka pengondisian hal hal yang seharusnya tidak boleh dikondisikan tidak bisa lagi dilakukan dengan konsep digitalisasi di ranah birokrasi. Korupsi bisa dicegah. Kenapa? Karena setiap kegiatan yang dilakukan akan terekam dalam administrasi secara digital. History surat, history nota dinas, jejak nota pertimbangan semua terekam di aplikasi yang digunakan oleh IPPD, baik kementerian maupun pemerintah daerah.
Anytime anywhere…! Dengan digitalisasi dalam administrasi pemerintahan, ruang dan waktu bukan lagi masalah untuk proses administrasi tertentu. Contoh, surat menyurat kapan pun, level pimpinan bisa menyelesaikan paraf berjenjang dan tanda tangan secara digital. Kapan pun, dimanapun, proses administrasi jalan terus.
Dengan semangat efektifitas, efisiensi dan akuntabilitas tersebut, maka pemerintah kemudian menerbitkan Perpres nomor 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). SPBE penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan layanan kepada pengguna SPBE secara terintegrasi.
Sudah memasuki tahun ke-6 atas penerapan SPBE tersebut, pemerintah pusat dan daerah pun berlomba lomba dalam proses penerapan SPBE tersebut. Mulai dari tata kelola SPBE, penyediaan infrastruktur SPBE hingga layanan aplikasi yang berorientasi pelayanan efektif dan efisien kepada masyarakat.
Untuk memastikan penerapan SPBE berjalan dengan baik dan sesuai peta rencana yang dirancang oleh KemenPAN-RB bersama Kementerian Kominfo dan sejumlah lembaga lainnya, maka Kemenpan RB melakukan evaluasi penerapan SPBE setiap tahunnya untuk seluruh IPPD se Indonesia.
Setiap tahun, ada sekitar 600 IPPD dievaluasi, dimonitoring atau dipantau sistem penerapan SPBE-nya. Penilaian ini berisikan 47 indikator. Setiap indikator menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam proses penerapan arsitektur SPBE secara holistik.
Indikator tersebut meliputi, kebijakan internal SPBE, tata kelola SPBE, penyelenggaraan SPBE, manajemen SPBE, aspek keamanan data dan informasi, Aspek audit TIK dan lain sebagainya.
Setiap tahun, Kemenpan RB mengeluarkan hasil evaluasi terhadap lembaga pemerintah atau IPPD. Hasil penilaian ini memiliki kasta terendah sampai tertinggi: kurang, cukup, baik dan memuaskan.
Untuk Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, indeks penerapan SPBE tahun 2023 naik menjadi 3,09. Nilai ini menempatkan Pemprov Sulsel sebagai lembaga pemerintah daerah IPPD yang memiliki predikat “Baik”. Sebelumnya, tahun 2022, hanya berpredikat “Cukup” dengan nilai 2,35.
Hasil asesmen indeks SPBE tentu adalah sebuah cerminan dari kualitas aktual implementasi SPBE yang ada pada Instansi Pemerintah. Hasil tersebut dapat meningkatkan komitmen dan kesadaran Instansi Pemerintah untuk menjamin kualitas pelaksanaan SPBE yang terintegrasi dan berdayaguna. Dalam pengukuran tingkat kematangan indeks SPBE hingga pendampingan untuk meningkatkan indeks assessment, Instansi Pemerintah dapat bekerja sama dengan tenaga ahli dari pihak ketiga yang berpengalaman untuk dapat mendapatkan hasil analisis dan rekomendasi yang berkualitas.
Yang jelas, tujuan utama evaluasi SPBE dilakukan bukan untuk pemeringkatan, namun lebih pada proses perbaikan penerapan SPBE baik pusat maupun daerah. Evaluasi ini untuk melakukan pemotretan penerapan SPBE baik di pusat maupun daerah serta mengetahui seberapa jauh penerapan SPBE. Nanti ada indeks yang menggambarkan terkait penerapan SPBE secara nasional.
Lantas bagaimana setelah penilaian? Setiap IPPD wajib mempertahankan nilainya jika sudah mengalami kematangan baik, dan bagi IPPD yang masih memiliki nilai cukup ke bawah maka wajib terus melakukan akselerasi penerapan SPBE.
*Govtech*
Pemerintah tengah berupaya mencapai keterpaduan layanan digital nasional dengan melakukan percepatan transformasi digital, melalui penyelenggaraan Aplikasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Prioritas dengan mengutamakan integrasi dan interoperabilitas. Mendukung upaya tersebut Presiden menerbitkan Peraturan Presiden No. 82/2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional.
Implementasi Govtech untuk menangani platform prioritas merupakan best practice yang dilakukan oleh negara-negara top 20 indeks EGDI PBB 2022, sehingga Indonesia berada di jalan yang benar untuk mengadopsi hal ini. Dalam hal ini, Indonesia tengah berupaya mengikuti jejak yang sama, melalui PERURI yang dijadikan sebagai GovTech Indonesia ke depan.
Efektif, efisien dan tidak boros. Dengan govtech semua aplikasi bisa terhubung. Aplikasi berbagi pakai oleh pusat, dan ditambah dengan penggunaan data center nasional membuat pemerintah minim aplikasi kaya layanan. Pemerintah pusat mengharapkan tidak ada lagi aplikasi ganda yang ujungnya membuat masyarakat bingung. Semua aplikasi wajib memiliki interopabilitas, yakni aplikasi satu dengan aplikasi lainnya bisa berbicara.
Dengan govtech, pemerintah semakin efektif dan efisien serta akuntabel memberikan layanan kepada masyarakat. Teknologi yang berkembanh adalah sebuah inovasi yang kemudian bertemu dan disenyawakan dengan “makhluk” bernama birokrasi, hasilnya lahirlah govtech. Birokrasi yang ribet berubah menjadi birokrasi digital yang lincah.